Senin, 19 November 2012

PENDIDIKAN JASMANI DI AMERIKA SERIKAT


PENDIDIKAN JASMANI DI AMERIKA SERIKAT

ANUNG PROBO ISMOKO, S.Pd.Kor



PENDAHULUAN

Penduduk Amerika adalah masyarakat multietnis, jadi tidak dapat dikatakan hanya ada satu "tipe" orang Amerika. Kelompok-kelompok etnis inti di Amerika adalah para koloni dari Britania Raya, Belanda, Jerman, dan negara-negara Eropa lain yang tiba di bagian timur Amerika Utara pada awal tahun 1600-an. Sebenarnya, setiap kebangsaan dapat ditemukan dalam leluhur suatu suku bangsa yang disebut sebagai "orang-orang Amerika" ini. Amerika Serikat merdeka pada tahun 1776 dan menjadi luas di atas sebagian besar benua di bagian barat, juga beberapa tanah di luar negeri, beberapa di antaranya kini berdiri sendiri dan beberapa lainnya masih tergabung dengan Amerika. Orang-orang Amerika merupakan orang-orang yang suka menutup diri terhadap dunia luar selama beberapa generasi ketika membangun negaranya yang baru. Kini, pengaruh, budaya, dan militer Amerika berdampak besar di dunia. Media massa dan literatur-literatur Amerika membentuk pikiran dunia. Sebagian besar orang Amerika tinggal di Amerika Serikat, dengan sebagian kecil populasi tersebar di seluruh dunia di lebih dari seratus negara.
Sebagian besar orang Amerika makmur secara material. Mereka memiliki standar hidup yang lebih tinggi daripada tempat-tempat lain di seluruh dunia. Mereka hidup di pusat budaya dengan sistem komunikasi yang modern. Orang-orang Amerika sangat mengutamakan media massa dan hiburan. Mereka bisa menjadi orang yang sangat mementingkan diri sendiri dan egois, serta tidak peduli dengan dunia lain, tetapi mereka bisa juga menjadi sangat dermawan dan suka membantu orang-orang yang membutuhkan, juga memahami apa-apa yang terjadi di dunia di luar Amerika. Mereka adalah orang-orang yang sepertinya bergerak secara konstan serta didikte oleh karier dan lingkungan sekitarnya. Meskipun kebanyakan orang Amerika hidup sejahtera, menurut statistik, tingkat kekerasan dalam masyarakat Amerika termasuk yang paling parah di dunia. Meski demikian, rata-rata orang Amerika biasanya tidak mengalami kekerasan dalam hidup sehari-hari. Meski keadaan telah berubah secara dramatis dalam setengah abad terakhir, rasisme telah memainkan peranan yang penting dalam sejarah Amerika.
PEMBAHASAN

A.  Pandangan Tradisional Pendidikan Jasmani Di Amerika Serikat
Pandangan pertama, atau juga sering disebut pandangan tradisional, menganggap bahwa manusia itu terdiri dari dua komponen utama yang dapat dipilah-pilah, yaitu jasmani dan rohani (dikhotomi). Pandangan ini menganggap bahwa pendidikan jasmani hanya semata-mata mendidik jasmani atau sebagai pelengkap, penyeimbang, atau penyelaras pendidikan rohani manusia. Dengan kata lain pendidikan jasmani hanya sebagai pelengkap saja. Di Amerika Serikat, pandangan dikotomi ini muncul pada akhir abad 19 atau antara tahun 1885-1900. Pada saat itu, pendidikan jasmani di pengaruhi oleh sIstem Eropa, seperti: Sistem Jerman dan Sistem Swedia, yang lebih menekankan pada perkembangan aspek fisik (fitnes), kehalusan gerak, dan karakter siswa, dengan gimnastik sebagai medianya. Pada saat itu, pendidikan jasmani lebih berperan sebagai “medicine” (obat) daripada sebagai pendidikan. Oleh karena itu, parapengajar pendidikan jasmani lebih banyak dibekali latar belakang akademis kedokteran dasar (medicine).
Pandangan pendidikan jasmani berdasarkan pandangan dikhotomi manusia ini secara empirik menimbulkan salah kaprah dalam merumuskan tujuan, program pelaksanaan, dan penilaian pendidikan. Kenyataan menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan jasmani ini cenderung mengarah kepada upaya memperkuat badan, memperhebat keterampilan fisik, atau kemampuan jasmaniahnya saja. Selain dari itu, sering juga pelaksanaan pendidikan jasmani ini justru mengabaikan kepentingan jasmani itu sendiri, hingga akhirnya mendorong timbulnya pandangan modern.
B.  Pandangan Modern Pendidikan Jasmani Di Amerika Serikat
Pandangan modern, atau sering juga disebut pandangan holistik, menganggap bahwa manusia bukan sesuatu yang terdiri dari bagian-bagian yang terpilah-pilah. Manusia adalah kesatuan dari berbagai bagian yang terpadu. Oleh karena itu pendidikan jasmani tidak hanya berorientasi pada jasmani saja atau hanya untuk kepentingan satu komponen saja.
Di Amerika Serikat, pandangan holistik ini awalnya dipelopori oleh Wood dan selanjutnya oleh Hetherington pada tahun 1910. Pada saat itu pendidikan jasmani dipengaruhi oleh “progressive education”. Doktrine utama dari progressive education ini menyatakan bahwa semua pendidikan harus memberi kontribusi terhadap perkembangan anak secara menyeluruh, dan pendidikan jasmani mempunyai peranan yang sangat penting terhadap perkembangan. Pada periode ini pendidikan jasmani diartikan sebagai pendidikan melalui aktivitas jasmani (education through physical).
Pandangan holistik ini, pada awalnya kurang banyak memasukkan aktivitas sport karena pengaruh pandangan sebelumnya, yaitu pada akhir abad 19, yang menganggap sport tidak sesuai di sekolah-sekolah. Namun tidak bisa dipungkiri sport terus tumbuh dan berkembang menjadi aktivitas fisik yang merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Sport menjadi populer, siswa menyenanginya dan ingin mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi di sekolah-sekolah hingga para pendidik seolah-olah ditekan untuk menerima sport dalam kurikulum di sekolah-sekolah karena mengandung nilai-nilai pendidikan. Hingga akhirnya pendidikan jasmani juga berubah, yang tadinya lebih menekankan pada gimnastik dan fitnes menjadi lebih merata pada seluruh aktivitas fisik termasuk olahraga, bermain, rekreasi atau aktifitas lain dalam lingkup aktivitas fisik.
Definisi pendidikan jasmani di Amerika oleh Pangrazi dan Dauer (1992) sebagai berikut, “pendidikan jasmani merupakan bagian dari program pendidikan umum yang memberi kontribusi, terutama melalui pengalaman gerak, terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh. Pendidikan jasmani didefinisikan sebagai pendidikan gerak dan pendidikan melalui gerak dan harus dilakukan dengan cara-cara yang sesuai dengan definisi tersebut”.
Definisi pendidikan jasmani dari pandangan holistik ini cukup banyak mendapat dukungan dari para ahli pendidikan jasmani lainnya. Misalnya, Siedentop (1990), mengemukakan, pendidikan jasmani modern yang lebih menekankan pada pendidikan melalui aktivitas jasmani didasarkan pada anggapan bahwa jiwa dan raga merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Pandangan ini memandang kehidupan sebagai totalitas”.
Wall dan Murray (1994), mengemukakan hal serupa dari sudut pandang yang lebih spesifik, masa anak-anak adalah masa yang sangat kompleks, dimana pikiran, perasaan, dan tindakannya selalu berubah-ubah. Oleh karena sifat anak-anak yang selalu dinamis pada saat mereka tumbuh dan berkembang, maka perubahan satu element sering kali mempengaruhi perubahan pada eleman lainnya. Oleh karena itulah, adalah anak secara keseluruhan yang harus kita didik, tidak hanya mendidik jasmani atau tubuhnya saja”. Oleh karena itu dapatlah dikatakan bahwa pendidikan jasmani pada dasarnya merupakan pendidikan melalui aktivitas jasmani untuk mencapai perkembangan individu secara menyeluruh. Namun demikian, perolehan keterampilan dan perkembangan lain yang bersifat jasmaniah itu juga sekaligus sebagai tujuan. Melalui pendidikan jasmani, siswa disosialisasikan ke dalam aktivitas jasmani termasuk keterampilan berolahraga. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila banyak yang meyakini dan mengatakan bahwa pendidikan jasmani merupakan bagian dari pendidikan menyeluruh, dan sekaligus memiliki potensi yang strategis untuk mendidik.
C.   Pendidikan Jasmani, Play (Bermain) dan Sport  Di Amerika Serikat
Dalam merumuskan pengertian pendidikan jasmani harus dipertimbangkan dalam hubungan-nya dengan bermain (play) dan olahraga (sport). Berbagai studi di negara maju telah menelusuri dan mengembangkan konsep bermain dan implikasinya bagi kesejahteraan-total manusia. Demikian juga dengan studi tentang pendidikan jasmani dan olahraga, tetapi sesungguhnya ketiga istilah itu memiliki perbedaan yang cukup signifikan.
Bermain adalah aktivitas yang digunakan untuk mendapatkan kesenangan, keriangan, atau kebahagiaan. Dalam budaya Amerika bermain adalah aktivitas jasmani non-kompetetif, meskipun bermain tidak harus berbentuk aktivitas jasmani, secara tidak sengaja telah terjadi keragaman makna olahraga seharusnya dikategorikan sesuai dengan tujuannya, namun demikian sangat memungkinkan terjadinya kerancuan dalam pemaknaan hakiki olahraga. Kerancuan ini terjadi pada pemaknaan konsep bermain dengan konsep olahraga tradisional. Karena itu, disarankan olahraga tradisional tetap saja sebagai kegiatan permainan, dan bukan mengarah pada makna kompetisi atau olahraga.
Sport, jika diartikan sebagai olahraga (ingat: olahraga bisa bermakna ganda, olahraga dalam Bahasa Indonesia, yang berarti membina raga, mengembangkan tubuh agar sehat, kuat, dan atau produktif; dan olahraga dalam pemaknaan konsep sport). Sport dalam sistem budaya Amerika adalah bentuk aktivitas bermain yang diorganisir dan bersifat kompetetif. Coakley (2001), menyatakan bahwa olahraga memiliki tiga indikator, yaitu: 1) sebagai bentuk keterampilan tingkat tinggi; 2) dimotivasi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik motivasi; dan 3) ada lembaga yang mengatur dan mengelolanya. Sport dalam budaya Amerika tidak sama dengan olahraga dalam budaya Indonesia. Karena itu pula, olahraga bukanlah sport. Sebagai contoh: cobalah bandingkan ketika: a) sepuluh orang anak bermain sepakbola di suatu halaman serambi swalayan, masing-masing berusaha memasukan bola ke gawang lawan, dengan b) sebelas orang pemain PERSIB bertanding sepakbola melawan sebelas orang pemain PERSIJA. Manakah yang disebut olahraga? Dan manapula yang disebut sebagai kegiatan bermain?
Lebih lanjut, olahraga dalam konteks sport adalah keterampilan yang diformalkan kedalam beberapa tingkatan dan dikendalikan oleh aturan atau peraturan yang telah disepakati. Meskipun peraturan tersebut tertulis atau tidak tertulis, tetapi diakui sebagai rujukan bersama dan tidak bisa diubah ketika sedang melakukan olahraga tersebut.
Olahraga tidak dapat diartikan terpisah dari ciri kompetitif-nya. Ketika olahraga kehilangan ciri kompetitifnya, maka aktivitas jasmani itu menjadi bentuk permainan atau rekreasi. Bermain dapat berubah menjadi olahraga, sementara olahraga tidak akan pernah menjadi bentuk bermain; unsur kompetitif menjadi aspek penting pada kegiatan olahraga sebagai sport.
Pendidikan jasmani memiliki ciri bermain dan olahraga, tetapi secara eksklusif bukanlah suatu kombinasi yang setara diantara istilah bermain dan olahraga. Seperti sudah dikemukakan pada bagian awal tulisan ini, pendidikan jasmani adalah aktivitas jasmani yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan jasmani adalah aktivitas fisik dan juga aktivitas pendidikan, tetapi baik itu kegiatan bermain atau olahraga (sebagai sport), keduanya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan proses kependidikan, hampir selalu pengalaman aktivitas jasmani dapat dimanfaatkan untuk pencapaian kepentingan pendidikan.
Bermain, olahraga (sport) dan pendidikan jasmani mengandung unsur "gerak insani". Ketiganya dapat dimanfaatkan untuk proses kependidikan. Bermain dapat dimanfaatkan untuk kepentingan relaksasi dan hiburan, tanpa ada dampak pada tujuan pendidikan, seperti juga olahraga muncul bukan diarahkan untuk kepentingan-kepentingan pendidikan. Sebagai contoh: Beberapa atlet profesional (dalam beberapa cabang olahraga) tidak menunjukkan adanya ciri-ciri kependidikan. Sedangkan, ada pula beberapa ahli kependidikan jasmani belum menerapkan olahraga sebagai ciri kehidupannya. Keriangan dan pendidikan bukanlah sesuatu yang bermakna eksklusif, tetapi semua itu dapat dan harus muncul bersama-sama.
Beragamnya makna olahraga oleh masyarakat menandakan bahwa olahraga memiliki sejuta makna yang dapat diterjemahkan menurut selera dan wawasan pengetahuan masyarakat itu sendiri. Makna yang sangat sederhana adalah aktivitas jasmani. Namun terkadang juga diterjemahkan sebagai bentuk "prestasi" dari penampilan keterampilan tingkat tinggi. Makna olahraga bercampur antara olahraga sebagai aktivitas jasmani, bermain, atau gerak badan, sampai dengan makna olahraga sebagai bentuk "prestasi" tingkat tinggi. Sistem budaya dan kepercayaan kemudian menentukan bahwa olahraga di masyarakat terbagi ke dalam olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi. Selain itu juga dikenal olahraga kesehatan, olahraga rehabilitiasi, dan olahraga tradisional. Hal ini terjadi ditunjang pula oleh nilai-nilai atau keyakinan yang diperoleh, untuk kemudian dikelompokkan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dari keterlibatan masyarakat dalam kegiatan olahraga.
Pelaksanaan pengajaran pendidikan jasmani terjadi dalam dua paradigma. Pertama, pendidikan olahraga yang lebih menekankan pada pemanfaatan olahraga sebagai alat pendidikan. Bersamaan dengan itu pula dapat disebut sebagai pendidikan kedalam olahraga atau sering disebut sebagai “sport education”. Kedua, paradigma pemanfaat aktivitas jasmani sebagai ciri dari gerak insani.
Gerak atau aktivitas jasmani dikemas, diorganisasikan, dan diajarkan kepada siswa sehingga diharapkan siswa menjadi terbiasa hidup aktif sepanjang hayat dan mengantarkan siswa memiliki kualitas hidup (terutama fisikal) yang lebih baik. Pemanfaatan aktivitas jasmani inilah yang kemudian menyebut penyandang profesinya sebagai “guru pendidikan jasmani.” Tetapi, kata olahraga sering mengambil dari istilah “sport”, yang menuntut pada praktik pelatihan, pengulangan, atau pemeroleh keterampilan teknik dasar kecabangan olahraga.
Pemerolehan teknik kecabangan olahraga ini menuntut siswa berprestasi, sehingga dengan demikian melahirkan sebutan penyandang profesinya adalah “guru olahraga.”

KESIMPULAN
Pendidikan jasmani sering diartikan sebagai bentuk pendidikan olahraga. Namun demikian, sesungguhnya pendidikan jasmani berbeda dengan pendidikan olahraga. Meskipun olahraga sebagai salah satu bentuk kegiatan aktivitas jasmani, tetapi olahraga lebih bermakna bentuk aktivitas jasmani kecabangan olahraga. Pendidikan olahraga lebih bermakna pendidikan kedalam olahraga, dalam kaitan ini ada bentuk sosialisasi kedalam olahraga. Karena itu muatan pendidikan jasmani juga sering berupa sosialisasi kedalam olahraga. Mungkinkah pendidikan jasmani bermakna ganda, yaitu selain bentuk pendidikan melalui atau tentang aktivitas jasmani, tetapi juga bentuk pendidikan sosialisasi kedalam olahraga.
Pendidikan jasmani adalah suatu proses terjadinya adaptasi dan pembelajaran secara organik, neuromuscular, intelektual, sosial, kultural, emosional, dan estetika yang dihasilkan dari proses pemilihan berbagai aktivitas jasmani. Pendidikan jasmani adalah upaya pendidikan melalui pemilihan aktivitas jasmani, yang diarahkan untuk dapat mencapai tujuan pendidikan. Tujuan yang hendak dicapai bersifat menyeluruh, bukan hanya tujuan perkembangan fisikal, tetapi juga perkembangan kognitif, neuro-muscular, afektif-sosial-emosional, dan bahkan moral sekali pun. Pendidikan jasmani adalah bentukan pendidikan yang menyeluruh menyangkut semua dimensi utuh manusia.
Pendidikan jasmani terkait dengan aktivitas jasmani untuk kesehatan, kebugaran dan senam. Aktivitas jasmani, meskipun kadang bentuknya berupa olahraga, tetapi orientasi tujuan yang ingin dicapai adalah kesehatan dan kebugaran. Pendidikan jasmani sebaiknya berbeda dengan istilah “sport”, “play” dan “game.” Sport lebih bermakna kegiatan aktivitas jasmani kompetitif, yang berujung pada penetapan ada yang menang dan ada yang kalah, selain juga ada lembaga yang mengurusi dan mengawasinya secara formal. Sedangkan, paly dan game adalah bermain dan permainan. Dengan demikian, terdapat istilah pendidikan jasmani, olahraga, bermain, dan permainan, yang keempatnya berbeda makna. Sesungguhnya, ketika dulu dikenal ada istilah “gerak badan”, barangkali ada istilah yang memadankan olahraga dengan gerak badan, yaitu aktivitas jasmani yang sekedar untuk menggerakkan badan saja, tidak ada ciri kompetitifnya.
Pendidikan jasmani memiliki bidang garapan yang makin meluas. Seolah tidak mengenal batas mana wilayah cakupannya. Karena itu, sering diidentikan dengan istilah “human movement” atau gerak insani yang juga luas, seluas bidang kajian tentang insan/manusia. Suatu studi yang juga mempelajari tentang gerak insani dan mengarahkan gerak insani sebagai media pendidikan. Namun dalam perdebatan ini, belum ada kesepahaman resmi bahwa gerak insani bisa menggantikan istilah pendidikan jasmani.
DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar